KEPASTIAN HUKUM PELAPORAN KEMATIAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Kata Kunci:
Kepastian Hukum, Kematian Penduduk, Pelaporan KematianAbstrak
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Demikian pula dalam mencatatkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. Pasal 1 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminisrasi Kependudukan menjelaskan bahwa peristiwa kependudukan adalah kejaidan yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan kartu keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan Alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian. lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Dalam hal pencatatan kematian, faktanya tidak seperti pencatatan kelahiran. Diketahui ketika terjadi peristiwa kelahiran, penduduk antusias untuk mencatatkan keahiran bayi dalam rangka untuk mendapatkan dokumen pencatatan sipil berupa kutipan akta kelahiran. Tidak demikian dengan adanya peristiwa penting berupa kematian. Penduduk tidak serta merta melaporkan kematian anggota keluarganya dengan berbagai argumen. Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminisrasi Kependudukan menyebutkan Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada instansi pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Kewajiban pelaporan ini dipertegas di pasal 90 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu Setiap penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan perintiwa penting dalam hal kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (1), dan ayat (2) denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Kepastian hukum waktu pelaporan kematian tersebut nyatanya tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Baik dari penduduk, rukun tetangga, dan pelaksanaan denda administratif yang semestinya diterapkan demi tegaknya norma hukum.
Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that everyone has the right to recognition, guarantees, protection, and fair legal certainty, as well as equal treatment before the law. This also applies to the registration of civil events and vital events. Article 1 of Law No. 24 of 2013, which amends Law No. 23 of 2006 on Population Administration, explains that civil events are occurrences experienced by residents that must be reported as they affect the issuance or changes to family cards, identity cards (KTP), and/or other civil registration documents, including migration, address changes, and changes in residency status from temporary to permanent. Vital events are occurrences experienced by individuals, including birth, death, stillbirth, marriage, divorce, child acknowledgment, child legalization, adoption, name changes, and changes in citizenship status. In terms of death registration, the reality differs from birth registration. It is observed that when a birth occurs, residents are enthusiastic about registering the birth to obtain a civil registration document in the form of a birth certificate. However, this is not the case with vital events such as deaths. Residents do not promptly report family members' deaths for various reasons. Article 44 paragraph (1) of Law No. 24 of 2013, which amends Law No. 23 of 2006 on Population Administration, states that every death must be reported by the head of the neighborhood association or a similar authority in the resident's domicile to the local implementing agency no later than 30 (thirty) days from the date of death. This reporting obligation is emphasized in Article 90 paragraph (1) letter (f) of Law No. 23 of 2006 on Population Administration, which stipulates that every resident is subject to an administrative fine if they exceed the reporting deadline for vital events such as deaths, as referred to in Article 44 paragraph (1) or Article 45 paragraphs (1) and (2), the administrative fine, as mentioned in paragraph (1), is up to IDR 1,000,000.00 (one million rupiah). However, the legal certainty regarding the reporting deadline for deaths is not being properly implemented. This involves residents, neighborhood associations, and the enforcement of administrative fines, which should be applied to uphold legal norms.