PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA MASYARAKAT KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS DENGAN PT. RIMBA ROKAN LESTARI BERDASARKAN HUKUM ADAT MELAYU BENGKALIS

Abstrak

Skripsi ini mengkaji penyelesaian sengketa antara masyarakat Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, dengan PT Rimba Rokan Lestari (RRL) yang terjadi akibat tumpang tindih klaim antara hak ulayat masyarakat adat Suku Melayu Bengkalis dan izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan kepada perusahaan. Sengketa ini mencerminkan konflik agraria struktural yang melibatkan perbedaan paradigma antara hukum adat dan hukum formal negara. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pandangan hukum adat Suku Melayu Bengkalis terhadap hak atas tanah dan mekanisme penyelesaian sengketa, serta sejauh mana sistem hukum nasional mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat dalam konflik lahan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan metode studi lapangan. Data dikumpulkan melalui analisis terhadap peraturan perundang- undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, jurnal ilmiah, laporan lembaga swadaya masyarakat, dan berita daring. Penelitian ini berupaya memahami posisi hukum masyarakat adat dalam sistem hukum nasional serta mengevaluasi efektivitas perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap hak ulayat masyarakat adat dalam konteks konflik dengan korporasi kehutanan seperti PT RRL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum adat Suku Melayu Bengkalis memiliki mekanisme penyelesaian sengketa yang mengedepankan musyawarah, kearifan lokal, dan nilai komunal. Namun, mekanisme ini kerap terpinggirkan dalam penyelesaian konflik agraria karena lemahnya pengakuan formal terhadap masyarakat adat dan wilayah adat mereka. Negara belum sepenuhnya menjembatani dualisme antara hukum adat dan hukum nasional. Oleh karena itu, skripsi ini merekomendasikan penguatan kebijakan pengakuan masyarakat hukum adat serta integrasi mekanisme adat ke dalam sistem penyelesaian sengketa agraria sebagai upaya menuju keadilan substantif.

This thesis examines the resolution of a dispute between the community of Bengkalis Subdistrict, Bengkalis Regency, and PT Rimba Rokan Lestari (RRL) that arose due to overlapping claims between the customary rights of the Bengkalis Malay tribe and the industrial forest concession (HTI) permit granted to the company. This dispute reflects a structural agrarian conflict involving differences in paradigms between customary law and formal state law. The research questions in this study are: how does the customary law of the Bengkalis Malay community view land rights and dispute resolution mechanisms, and to what extent does the national legal system recognize and protect the rights of customary law communities in land conflicts? This research uses a sociological-legal approach with a field study method. Data was collected through analysis of legislation, Constitutional Court decisions, scientific journals, non-governmental organization reports, and online news. This research seeks to understand the legal position of indigenous peoples in the national legal system and to evaluate the effectiveness of the legal protection provided by the state for the customary rights of indigenous peoples in the context of conflicts with forestry corporations such as PT RRL. The results of the research show that the customary law of the Bengkalis Malay tribe has a dispute resolution mechanism that emphasizes deliberation, local wisdom, and communal values. However, these mechanisms are often marginalized in the resolution of agrarian conflicts due to the weak formal recognition of indigenous peoples and their customary territories. The state has not fully bridged the dualism between customary law and national law. Therefore, this thesis recommends strengthening policies on the recognition of indigenous peoples and integrating customary mechanisms into the agrarian dispute resolution system as an effort towards substantive justice.