KAJIAN NORMATIF TERHADAP PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN (PULAU ENGGANO BENGKULU UTARA)
Kata Kunci:
Peran Masyarakat Adat, Pulau Enggano, Hukum Lingkungan, Peraturan Perundang-UndanganAbstrak
Isu lingkungan hidup telah menjadi perhatian utama dalam diskursus global, terutama di tengah meningkatnya ancaman perubahan iklim, kerusakan ekosistem, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi titik rawan kerusakan ekologis akibat tekanan pembangunan dan lemahnya pengawasan. Salah satu wilayah yang sangat strategis namun rentan terhadap kerusakan adalah Pulau Enggano, yang terletak di Kabupaten Bengkulu Utara. Pulau Enggano merupakan pulau terluar Indonesia yang memiliki karakteristik ekologis dan budaya yang unik. Keanekaragaman hayati laut dan daratnya, serta keberadaan masyarakat adat yang masih memegang teguh nilai-nilai lokal, menjadikan Enggano sebagai laboratorium hidup bagi studi hukum lingkungan berbasis kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji peran masyarakat adat dalam penegakan hukum lingkungan dengan studi kasus Pulau Enggano Bengkulu Utara dan apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku telah memberikan perlindungan dan pengakuan yang memadai terhadap lingkungan di Pulau Enggano. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana penelitian normatif adalah penelitian hukum kepustakaan atau studi dokumen. Pembahasan didasarkan pada teori-teori, Peraturan Perundang-undangan, dokumen-dokumen, jurnal hukum serta referensi-referensi yang relevan. Dengan membahas secara keseluruhan, peran masyarakat adat dalam penegakan hukum lingkungan di Pulau Enggano mencakup aspek normatif, kelembagaan, sosial, dan spiritual. Mereka tidak hanya menjadi subjek hukum, tetapi juga aktor utama dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, pengakuan dan pemberdayaan masyarakat adat merupakan langkah strategis dalam mewujudkan keadilan ekologis dan pembangunan berkelanjutan. Pengakuan terhadap masyarakat adat dalam peraturan perundang-undangan masih terbatas. Meskipun UU No. 32 Tahun 2009 mengakui peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat secara spesifik baru diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua UU ini memberikan ruang bagi desa adat untuk mengatur wilayahnya, termasuk dalam hal perlindungan lingkungan.
Environmental issues have become a major concern in global discourse, especially amid the growing threats of climate change, ecosystem degradation, and unsustainable exploitation of natural resources. Coastal areas and small islands are particularly vulnerable to ecological damage due to development pressures and weak oversight. One such strategically important yet vulnerable area is Enggano Island, located in North Bengkulu Regency. Enggano Island is Indonesia's outermost island with unique ecological and cultural characteristics. Its marine and terrestrial biodiversity, as well as the presence of indigenous peoples who still uphold local values, make Enggano a living laboratory for the study of environmental law based on local wisdom. This study aims to identify and examine the role of indigenous peoples in environmental law enforcement through a case study of Enggano Island in North Bengkulu and whether the applicable laws and regulations have provided adequate protection and recognition of the environment on Enggano Island. This research is normative legal research, which is legal research based on literature or document studies. The discussion is based on theories, laws and regulations, documents, legal journals, and relevant references. Overall, the role of indigenous peoples in environmental law enforcement on Enggano Island encompasses normative, institutional, social, and spiritual aspects. They are not only subjects of the law, but also key actors in maintaining ecosystem balance. Therefore, recognition and empowerment of indigenous peoples is a strategic step in realizing ecological justice and sustainable development. Recognition of indigenous peoples in legislation is still limited. Although Law No. 32 of 2009 recognizes the role of communities in environmental management, recognition of the specific rights of indigenous peoples is only regulated in Law No. 6 of 2014 on Villages and Law No. 23 of 2014 on Regional Government. These two laws provide space for indigenous villages to regulate their territories, including in terms of environmental protection.




