KONFLIK PAJAK DAN IMPLIKASINYA: STUDI KASUS PT FREEPORT INDONESIA DI PAPUA

Penulis

  • Sandrina Rahma Nurvita Universitas Tidar
  • Indah Putri Malinda Universitas Tidar
  • Louisa Aulia Azzahra Universitas Tidar
  • Chornilia Shilvi Putri Januari Universitas Tidar
  • Aulia Arinda Milawati Universitas Tidar

Kata Kunci:

Pajak Air Permukaan, Pajak Daerah

Abstrak

Konflik antara perusahaan besar dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dapat dicontohkan dalam sengketa pajak air permukaan antara PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua. Perbedaan penafsiran tentang kewajiban pajak Freeport terkait pengambilan air permukaan untuk operasi pertambangan menjadi pemicu pertikaian ini. Kontroversi ini bermula pada tahun 2014 ketika PT Freeport mengutip kontrak kerjanya dengan pemerintah pusat untuk menyatakan bahwa pungutan air permukaan yang ditetapkan oleh pemerintah Papua tidak tepat.Setelah melalui sejumlah proses hukum, termasuk putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, akhirnya dicapai kesepakatan yang mewajibkan PT Freeport membayar tunggakan pajak sebesar Rp1,39 triliun dan membayar pajak sebesar US$15 juta per tahun mulai tahun 2019. Landasan hukum perpajakan dan pelaksanaan program yang melibatkan kepentingan nasional dan daerah masih menjadi kontroversi meskipun ada kesepakatan ini. Mengingat pertimbangan politik dan hukum yang dapat memengaruhi arah kebijakan ke depan, hasil dari perselisihan ini belum bersifat definitif. Dalam jurnal ini akan dibahas mengenai bagaimana sengketa ini akan diselesaikan dalam kategori sengketa pajak, dan bagaimana Pemerintah Provinsi Papua menangani sengketa tersebut.

The conflict between large companies and local governments in managing natural resources can be exemplified in the surface water tax dispute between PT Freeport Indonesia and the Papua Provincial Government. Differences in interpretation of Freeport's tax obligations related to taking surface water for mining operations triggered this dispute. This controversy began in 2014 when PT Freeport cited its work contract with the central government to state that the surface water levy set by the Papuan government was inappropriate. After going through a number of legal processes, including the Supreme Court's Judicial Review (PK) decision, an agreement was finally reached requiring PT Freeport to pay tax arrears of IDR 1.39 trillion and pay taxes of US$ 15 million per year starting in 2019. The legal basis for taxation and the implementation of programs involving national and regional interests are still controversial despite this agreement. Given the political and legal considerations that can influence the direction of future policies, the outcome of this dispute is not yet definitive. This journal will discuss how this dispute will be resolved in the category of tax disputes, and how the Papua Provincial Government handles the dispute.

Unduhan

Diterbitkan

2024-11-29