PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI INDONESIA
Kata Kunci:
Perlindungan Hukum, Pengungsi Rohingya, Hak Asasi ManusiaAbstrak
Indonesia adalah sebuah negara yang menjunjung tinggi prinsip hukum sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 berlandaskan Pancasila sebagai pedoman hukum utama. Indonesia mengatur pergerakan masuk dan keluarnya orang melalui UU Nomor 6 Tahun 2011 mengenai Keimigrasian. Tetapi tantangan muncul ketika pengungsi atau pencari suaka termasuk etnis Rohingya masuk wilayah Indonesia tanpa mematuhi ketentuan yang berlaku seperti memiliki visa yang sah. Imigran Rohingya yang kabur dari penganiayaan di Myanmar menghadapi situasi kompleks karena Indonesia belum mengesahkan Convention Relating to the Status of Refugees 1951. Di satu sisi prinsip-prinsip internasional seperti non-refoulement, non-penalization, dan non-discrimination mengharuskan negara untuk melindungi pengungsi dari pengusiran dan perlakuan diskriminatif. Di sisi lain aturan domestik Indonesia belum sepenuhnya mengakomodasi perlindungan menyeluruh bagi mereka. Hak-hak dasar pengungsi diatur oleh hukum internasional termasuk hak atas keamanan, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, dan pelayanan hukum sebagaimana diatur dalam Konvensi 1951. Kajian ini memanfaatkan metode hukum normatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang dan konseptual. Pendekatan undang-undang menelaah regulasi terkait untuk memahami rasionalitas dan dasar filosofisnya, sedangkan pendekatan konseptual mengkaji doktrin dan pandangan ahli hukum untuk membangun argumen yang relevan. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui telaah norma hukum positif seperti peraturan perundang-undangan serta doktrin akademik dari buku, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. Berdasarkan penelitian ini penting bagi Indonesia untuk menyelaraskan kebijakan nasional dengan standar internasional guna memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia pengungsi Rohingya. Peningkatan kerjasama internasional penyesuaian regulasi domestik, dan pengakuan status hukum pengungsi menjadi langkah kunci untuk mengoptimalkan kontribusi Indonesia dalam menangani tantangan global terkait pengungsi.
Indonesia is a country based on the 1945 Constitution based on Pancasila as the main source of law. Indonesia regulates the movement of people in and out through Law Number 6 of 2011 concerning Immigration. However, challenges arise when refugees or asylum seekers including the Rohingya ethnic group enter Indonesian territory without meeting the specified requirements such as having a valid visa. Rohingya refugees fleeing oppression in Myanmar face a complex situation because Indonesia has not ratified the Convention Relating to the Status of Refugees 1951. On the one hand, international principles such as non-refoulement, non-penalization, and non-discrimination require states to protect refugees from expulsion and discriminatory treatment. On the other hand, Indonesia's domestic regulations have not fully accommodated comprehensive protection for them. The basic rights of refugees are regulated by international law including the rights to security, employment, education, housing, and legal services as stipulated in the 1951 Convention. This study uses a normative legal method with two approaches, namely the statutory and conceptual approaches. The statutory approach examines related regulations to understand their rationality and philosophical basis, while the conceptual approach examines the doctrines and views of legal experts to build relevant arguments. The technique of collecting legal materials is carried out through a review of positive legal norms such as laws and regulations and academic doctrines from books, journals, and other scientific works. Based on this study, it is important for Indonesia to align national policies with international standards to ensure respect for the human rights of Rohingya refugees. Increasing international cooperation in adjusting domestic regulations, and recognizing the legal status of refugees are key steps to strengthen Indonesia's role in facing global challenges related to refugees.