FENOMENA CALON TUNGGAL MELAWAN KOTAK KOSONG DALAM PILKADA SERENTAK KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2024 BERDASARKAN PRINSIP DEMOKRASI

Abstrak

Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 di Indonesia merupakan bagian dari implementasi demokrasi lokal yang mencerminkan kedaulatan rakyat. Salah satu fenomena menarik dalam Pilkada 2024 adalah munculnya calon tunggal yang melawan kotak kosong, seperti yang terjadi di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Fenomena ini menjadi perhatian, baik dari sisi regulasi, partisipasi masyarakat, maupun dampak terhadap kualitas demokrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan munculnya calon tunggal di Kabupaten Asahan serta persepsi masyarakat terhadap hak untuk dipilih dan pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat. Penelitian menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Data diperoleh dari bahan hukum primer, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015, serta Peraturan KPU terkait, dan bahan hukum sekunder berupa literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena calon tunggal di Kabupaten Asahan terjadi karena monopoli partai politik yang mendukung pasangan calon petahana serta minimnya calon alternatif. Situasi ini berdampak pada persepsi masyarakat yang cenderung skeptis terhadap kualitas demokrasi, menurunnya partisipasi pemilih, dan adanya kesan bahwa kemenangan calon tunggal sudah pasti. Secara yuridis, calon tunggal memiliki landasan hukum yang kuat berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi. Meski demikian, fenomena ini mencerminkan kemunduran demokrasi karena minimnya persaingan politik dan transparansi dalam proses pencalonan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesetaraan dalam proses pencalonan dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di tingkat lokal.  

The 2024 Simultaneous Regional Head Election in Indonesia is part of the implementation of local democracy which reflects the sovereignty of the people. One of the interesting phenomena in the 2024 regional elections is the emergence of a single candidate running against an empty box, as happened in Asahan Regency, North Sumatra. This phenomenon is of concern, both in terms of regulation, community participation, and the impact on the quality of democracy. This research aims to analyze the factors that led to the emergence of a single candidate in Asahan Regency as well as the public's perception of the right to be elected and its influence on community participation. The research uses normative legal methods with a statutory approach and case studies. Data was obtained from primary legal materials, such as Law Number 10 of 2016, Constitutional Court Decision Number 100/PUU-XIII/2015, as well as related KPU Regulations, and secondary legal materials in the form of relevant literature. The research results show that the single candidate phenomenon in Asahan Regency occurs due to the monopoly of political parties supporting incumbent candidate pairs and the lack of alternative candidates. This situation has an impact on public perception which tends to be skeptical of the quality of democracy, decreased voter participation, and the impression that the victory of a single candidate is certain. Juridically, a single candidate has a strong legal basis based on statutory regulations and decisions of the Constitutional Court. However, this phenomenon reflects the decline of democracy due to the lack of political competition and transparency in the nomination process. Therefore, efforts are needed to increase equality in the nomination process and strengthen public trust in the democratic process at the local level.