PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR DALAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INVESTASI DI KAWASAN PARIWISATA DANAU TOBA DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM
Kata Kunci:
Kepastian Hukum, Investasi Pariwisata, Danau TobaAbstrak
Kawasan Danau Toba, sebagai destinasi pariwisata super prioritas dan UNESCO Global Geopark, memiliki potensi besar untuk investasi pariwisata. Namun, kepastian hukum bagi investor masih terhambat oleh berbagai kendala. Penelitian ini menganalisis pengaturan hukum yang memberikan perlindungan kepada investor di Kawasan Danau Toba serta mengidentifikasi kendala hukum yang menghambat kepastian hukum. Dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini mengkaji Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan regulasi terkait lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun kerangka hukum mendukung investasi melalui prinsip good faith, pacta sunt servanda, dan non-diskriminasi, implementasinya terkendala oleh ketidaksinkronan regulasi, konflik lahan adat, birokrasi perizinan, kurangnya koordinasi antarlembaga, perubahan regulasi yang tidak terduga, dan lemahnya mekanisme penyelesaian sengketa. Harmonisasi regulasi, penguatan perizinan berbasis teknologi, dan pengakuan hak masyarakat adat direkomendasikan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
The Danau Toba region, designated as a super-priority tourism destination and a UNESCO Global Geopark, holds significant potential for tourism investment. However, legal certainty for investors remains hindered by various challenges. This study analyzes the legal framework providing protection for investors in the Danau Toba region and identifies legal obstacles affecting such certainty. Employing a normative juridical approach, this research examines Law No. 25 of 2007 on Investment, Law No. 10 of 2009 on Tourism, and related regulations. Findings indicate that while the legal framework supports investment through principles of good faith, pacta sunt servanda, and non-discrimination, its implementation is constrained by regulatory inconsistencies, customary land conflicts, bureaucratic permitting processes, lack of inter-agency coordination, unpredictable regulatory changes, and weak dispute resolution mechanisms. Recommendations include regulatory harmonization, strengthening technology-based permitting systems, and recognizing customary community rights to foster a conducive investment climate.