IMPLIKASI LIMBAH DALAM INDUSTRI FAST FASHION DIKAITKAN DENGAN PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL
Kata Kunci:
Industri Fast Fashion, Limbah B3, Hukum Lingkungan InternasionalAbstrak
Kebijakan pada limbah bahan berbahaya dan beracun terhadap industri fast fashion yang dikaitkan dengan instrumen hukum lingkungan internasional seperti Konvensi Basel 1989, Konvensi Stockholm 2001, UNCLOS 1982, dan UNFCCC 1992 yang menekankan prinsip kehati-hatian dan pencegahan, serta pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan limbah B3 yang mengharuskan industri fast fashion mematuhi standar lingkungan internasional melalui instrumen hukum lingkungan internasional. Namun dalam kenyataannya, praktik produksi cepat dan massal dalam industri fast fashion justru masih menghasilkan limbah berbahaya sehingga menimbulkan pencemaran lintas batas dan ketidakadilan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan studi kepustakaan untuk menganalisis prinsip-prinsip hukum yang relevan dalam instrumen hukum lingkungan internasional dengan pendekatan doktrinal, seperti menelaah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier terkait instrumen hukum lingkungan internasional. Instrumen yang relevan meliputi Deklarasi Stockholm 1972, Konvensi Basel 1989, Konvensi Stockholm 2001 tentang POPs, UNCLOS 1982, hingga UNFCCC 1992 serta regulasi regional seperti REACH Uni Eropa 2007. Instrumen-instrumen tersebut menekankan prinsip kehati-hatian, prinsip pencegahan, serta pembangunan berkelanjutan dalam mengendalikan pencemaran dari bahan kimia berbahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri fast fashion menghasilkan sampah pakaian yang diproduksi dan pada akhirnya menjadi limbah yang sulit terurai di tempat pembuangan. yang secara nyata menimbulkan pencemaran air (melalui bahan kimia persisten seperti PFOA/PFOS dan pelepasan mikroplastik dari polyester), pencemaran udara (melalui emisi CO2 dan toksin dari pembakaran limbah tekstil) , dan pencemaran tanah (melalui air lindi/leachate beracun dari TPA). Praktik-praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental hukum lingkungan, seperti prinsip kehati-hatian (precautionary principle) prinsip pencegahan (prevention principle), dan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Policies on hazardous and toxic waste in the fast fashion industry are linked to international environmental legal instruments such as the 1989 Basel Convention, the 2001 Stockholm Convention, UNCLOS 1982, and UNFCCC 1992, which emphasize the principles of precaution and prevention, as well as sustainable development in the management of hazardous waste, requiring the fast fashion industry to comply with international environmental standards through international environmental legal instruments. However, in reality, the practice of rapid and mass production in the fast fashion industry still produces hazardous waste, causing transboundary pollution and environmental injustice. This study uses a normative method with a literature review to analyze the relevant legal principles in international environmental law instruments with a doctrinal approach, such as examining primary, secondary, and tertiary legal materials related to international environmental law instruments. Relevant instruments include the 1972 Stockholm Declaration, the 1989 Basel Convention, the 2001 Stockholm Convention on POPs, UNCLOS 1982, and UNFCCC 1992, as well as regional regulations such as the 2007 EU REACH. These instruments emphasize the precautionary principle, the prevention principle, and sustainable development in controlling pollution from hazardous chemicals. Research shows that the fast fashion industry produces clothing waste that ultimately becomes difficult to decompose in landfills. This clearly causes water pollution (through persistent chemicals such as PFOA/PFOS and the release of microplastics from polyester), air pollution (through CO2 emissions and toxins from the burning of textile waste), and soil pollution (through toxic leachate from landfills). These practices contradict fundamental principles of environmental law, such as the precautionary principle, the prevention principle, and the principle of sustainable development.




